Rabu, 17 Februari 2010

Salah Satu Cara Mengukur Dioda

Selain dengan memakai ohmmeter untuk mengukun balk atau nusaknya dioda tersebut, dapat juga kita mengukur dioda yang tahan terhadap anus besar dengan memakai alat tes sederhana (alat ukur sedenhana) yang terbuat dari 2 buah batu batenai, bola lampu senter 2,8 volt, dan sepasang testpen. Ketiga komponen tersebut dirangkai menjadi alat tes sederhana.
Bola lampu alat ukur tersebut akan hidup jika kedua ujung testpen bersentuhan. Alat ukur ini dapat dipergunakan untuk mengukur komponen yang terjadi hubungan singkat, dapat dipergunakan untuk mengukur baik atau rusaknya dioda yang tahan arus besar, serta dapat menentukan arah. kaki katoda dan arah kaki anoda dioda tersebut, juga dapat dipergunakan untuk mengukur (menentukan) kaki basis transistor. Pada saat mengukur dioda, bola lampu tes akan hidup jika hubungan batu bateram dan dioda diatur secara seri dengan susunan baterai: negatif positif, negatif positif; dan dioda dengan susunan anoda bersentuhan dengan positif batu baterai. Agar lebih jelas perhatikan baik-baik Gambar di bawah ini :
Keadaan Gambar di atas menunjukkan silikon dalam keadaan baik. Dengan mempelajari pninsip kerja komponen tersebut, pembaca yang tidak mempunyai ohmmeter dapat juga menentukan baik atau rusaknya suatu silikon, dan juga dapat menentukan kaki anoda dan kaki katoda suatu dioda. Jika hasil pengetesan dengan alat tes sederhana pada Gambar a dan b di atas menunjukkan bahwa bola lampu tetap hidup walaupun arah kaki silikon sudah dites secara bolak-balik, maka artinya pada silikon tensebut tenjadi hubungan singkat sehingga komponen tersebut harus dikeluarkan dari pemakaiannya. Dan seterusnya jika bola lampu tidak pernah hidup setelah dioda itu dites secara bolak-balik, maka dioda itu sudah rusak karena putus. Untuk jelasnya dapat dicoba sendiri. Demikian juga pengukuran led dengan alat ukur sederhana tersebut dapat menunjukkan keterangan bahwa led dapat mengeluarkan sinar jika hubungan seri disusun seperti Gambar a dan led tidak dapat hidup jika hubungan serinya seperti Gambar b. Untuk jelasnya dapat dicoba sendiri. Pengukuran led dengan ohmmeter harus mempergunakan batas ukur x1k (2 kOhm hingga 20 MOhm). Jadi dengan memakai ohmmeter dan alat ukun sederhana dengan bola lampu tersebut, kita dapat rnenentukan kaki anoda dan kaki katoda suatu dioda serta dapat juga menentukan balk atau rusaknya komponen tersebut dengan ohmmeter.

Jumat, 05 Februari 2010

Menghitung Kecepatan Alir Arus Listrik

Dalam kehidupan sehari – hari tentu kita tidak pernah lepas dengan apa yang disebut Listrik. Pernahkah suatu saat kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah itu listrik? Berapakah kecepatan aliran arus listrik itu?? Mungkin ada beberapa dari kita sudah banyak yang mengerti, bahwa sebenarnya apa yang disebut arus listrik adalah aliran muatan tiap satuan waktu, yang dirumuskan
I = dq/dt
Tentunya yang dimaksud muatan disini adalah elektron dan bukannya proton. Maka dari sini kita mengetahui, bahwa yang mengalir dari sebuah arus listrik adalah elektron yang bergerak dari kutub negatif ke kutub positif (arah arus elektron), dan bukan sebaliknya dari positif ke negatif (arah arus konvesional). Namun arah manapun yang anda gunakan akan tetap menghasilkan hasil yang sama kecuali pada arah dari arus tersebut. Sebagian orang terutama para teknisi lebih suka menggunakan arah arus konvesional, karena schematic dari komponen elektronika menggunakan arah arus konvesional, sehingga ini memudahkan dalam perancangan suatu piranti. Namun ada juga dari kita yang lebih suka menggunakan arah arus elektron, karena memang ini yang lebih dekat dengan kenyataan yang sebenarnya.

Schematic dari dioda, salah satu schematic komponen elektronika yang menggunakan konsep arah arus konvesional, anak panah menunjukkan arah arus konvesional yaitu dari anode ke katode. Namun bagi anda yang lebih menyukai arah arus elektron, anda dapat menganggap tanda panah merupakan arah datangnya elektron 

Selasa, 02 Februari 2010

Lacak Tsunami dengan Kabel Internet Bawah Laut

London: Belakangan ini bencana alam kerap menghantui banyak orang di dunia. Terlebih, bencana alam seperti tsunami tak dapat diprediksi jauh hari sebelumnya. Lantaran itulah, sistem peringatan dini tsunami yang akurat sangat diperlukan.

Kini hadir sebuah pendekatan baru mendeteksi tsunami, yakni menggunakan kabel internet bawah laut. Hanya ada lima negara yang masih menggunakan sensor array sebagai sistem peringatan, yaitu Amerika Serikat, Australia, Indonesia, Cile, dan Thailand. Demikian seperti ditulis dalam sebuah artikel di NewScientist, Selasa (26/1).

Tim peneliti yang dipimpin Manoj Nair di Nasional Administrasi Kelautan dan Atmosfer Colorado, Amerika Serikat, mengusulkan cara yang lebih murah mendeteksi tsunami. Yakni, menggunakan kabel telekomunikasi atau internet bawah laut untuk mendeteksi dengan medan listrik. Alat ini diciptakan sebagai muatan garam listrik di air laut yang melewati medan magnet bumi.

Tim Nair menunjukkan bahwa medan listrik yang dihasilkan oleh tsunami saat melanda Asia Tenggara pada Desember 2004, diinduksi tegangan hingga 500 millivolt. Mereka pun berasumsi untuk bisa mendeteksi dengan voltmeter yang diletakkan pada ujung serat optik dan kabel tembaga di dasar Samudra Hindia.

Hanya saja, ide ini masih memiliki keterbatasan. Sebab, kabel internet bawah laut belum dapat menunjukkan lokasi mana yang tepat untuk arah tsunami.(ANS)

Senin, 01 Februari 2010

Siapapun Presidennya, Proyek 10 Ribu MW Tetap Berlangsung

JAKARTA - Proyek pengadaan listrik 10 ribu MW akan tetap berjalan dan tidak bergantung pada siapapun yang nantinya akan menduduki jabatan presiden dan wakil presiden.

Sebagaimana diketahui, bahwa wakil presiden yang juga calon presiden, Jusuf Kalla merupakan salah seorang kreator proyek tersebut.

Namun berdasarkan hasil perhitungan quick count, JK tidaklah akan memenangkan pemilihan presiden sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran proyek 10 ribu MW tersebut.

Sebab, bahwa proyek 10 ribu MW itu sudah ada dalam keputusan presiden, sehingga jelas bahwa hal tersebut merupakan program pemerintah, dan bukanlah program individu.

"Jadi, siapapun yang memerintah, proyek ini harus sukses, sebab ini akan membantu perekonomian, dan industrialisasi harus jalan. Hal ini tidak tergantung siapa yang memerintah, sebab ini kebutuhan bangsa," tegas Direktur Utama PT PLN (Persero), Fahmi Mochtar, di Kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (9/7/2009). (ade)

Kisah Sirajuddin 50 Tahun Berjuang Mendapatkan Listrik

Kini Bisa Nonton TV dan Dengarkan Siaran Radio Berkat PLTMH

SIRAJUDDIN, warga Dusun Burung, Desa Timpuseng, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan kini bisa bernapas lega. Ia dan keluarganya sudah bisa menonton TV pada malam hari, juga bisa memutar radio untuk mendengarkan hiburan dan informasi. Ini terjadi setelah warga di desa itu berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) yang menyuplai energi listrik ke rumah mereka. Pembangunan PLTMH ini merupakan salah satu kegiatan yang dibiayai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Sirajuddin yang ditemui Radar Sulteng saat berkunjung di lokasi pembangunan PLTMH Desa Timpuseng, Jumat 29 Januari menuturkan, warga di dua dusun di desa tersebut sudah berlangung puluhan tahun, atau semenjak dusun tersebut berdiri sejak 50-an tahun silam. Selama itu pula, mereka menggunakan penerangan seadanya untuk menerangi kegelapan. “Warga di Dusun Burung dan Ara hanya menggunakan lampu petromaks pada malam hari. Ada juga warga yang hanya menggunakan pelita (lampu yang berbahan bakar minyak tanah). Nyala listri di malam hari telah kami nikmati sejak April 2009 sampai sekarang,” jelas Sirajuddin.

Masih menurut Sirajuddin. Gagasan membangun PLTMH sudah muncul sejak tahun 2005, tetapi usulan kegiatan tersebut belum bisa direalisasikan, karena pembangunan PLTMH kalah bersaing dengan program yang diajukan desa lain pada musyawarah tingkat kecamatan. Kondisi tersebut tidak membuat warga di desa tersebut berputus asa. Pada tahun berikutnya mereka kembali menyuarakan pentingnya membangun PLTMH. “Pokoknya saat musyawarah desa kita berjuang mati-matian agar program pembangunan PLTMH ini dapat dibiayai dana PNPM Mandiri. Alhamdulillah, berkat kerjasama semua pihak, pada tahun 2008 program ini dapat dilaksanakan,” jelasnya.

Senada dengan Sirajuddin, Kepala Desa Timpuseng, H Moh. Firdaus yang ditemui Radar Sulteng di lokasi pembangunan PLTMH, Jumat 29 Januari mengemukakan, pengelolaan PLTMH telah diatur oleh Pemerintahan Desa Timpuseng melalui Peraturan Desa (Perdes). Dalam Perdes tersebut ditetapkan tiap warga yang menggunakan jasa PLTMH hanya dapat menyalakan tiga balon lampu tiap malam. Dengan kapasitas 20 ribu watt, PLTMH ini bisa menerangi 113 rumah warga atau 593 orang bisa menikmati penerangan yang dilahirkan teknologi ramah lingkungan tersebut. Untuk menutupi biaya perawatan dan membayar jasa unit pengelola turbin (UPT) warga pemanfaat dibebankan membayar pemakaian listrik sebesar Rp12 ribu per bulan. Dengan demikian, tiap bulan PLTMH ini memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp1.356.000. Uang tersebut kata Firdaus digunakan membayar honor UPT sebesar Rp750 ribu per orang. Selain UPT, terdapat pula tim pemelihara PLTMH yang berjumlah tiga orang. Honor tim ini dibayar dari dana hasil swadaya warga pemanfaat PLTMH.

Berkenaan dengan proses pembangunan PLTMH di Desa Timpuseng, Kecamatan Camba, Ketua Unit Pelaksana Kecamatan (UPK) PNPM Mandiri, Supriadi yang ditemui Radar Sulteng di kantornya, Jumat (29/1) menjelaskan, penetapan program dan kegiatan yang akan dibiayai dana PNPM Mandiri diawali dengan sosialisasi di tingkat desa. Setelah itu, dilakukan penggalian gagasan melalui musyawarah dusun. Saat musyawarah ini, muncul daftar gagasan yang berisi program-program yang menjadi kebutuhan vital masyarakat. Gagasan yang mengemuka dalam musyawarah dusun sangat variatif, mulai dari gagasan pembangunan infrastruktur, sarana pendidikan, sarana kesehatan hingga program yang dapat mengatasi krisis energi di daerah itu. Setelah penggalian gagasan di tingkat dusun, tahap selanjutnya adalah musyawarah desa. Pada tahap ini semua program dan kegiatan dari tingkat desa diseleksi. Dari hasil seleksi ini lahirlah satu program prioritas yang hendak dilaksanakan.

Program prioritas yang dilahirkan pada musyawarah desa, dibahas lagi di tingkat musyawarah kecamatan. Saat musyawarah ini semua program yang diusulkan delapan desa di Kecamatan Camba diskoring. Program yang mendapat nilai tertinggi akan langsung dibiayai oleh PNPM Mandiri. Sedangkan program yang tereliminasi pada saat skoring bisa diusulkan kembali pada tahun berikutnya.

Khusus program PLTMH urai Supriadi telah diusulkan masyarakat Desa Timpuseng pada 2005 silam. Namun, usulan program ini belum bisa direalisasikan pada saat itu, karena saat musyawarah di kecamatan, usulan tersebut kalah bersaing dengan program yang ditawarkan desa lain di Kecamatan Camba. “Program ini bisa dilaksanakan pada 2008 silam,” jelas Supriadi.

Apa yang dialami Sirajuddin bersama warga di dua dusun di Desa Timpuseng, dirasakan pula warga Sulteng yang tinggal di sejumlah kawasan terpencil, seperti Dataran Bulan, Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Unauna, ataupun warga di Kecamatan Pinembani, Kabupaten Donggala. Masyarakat di dua daerah tersebut sudah cukup lama mengalami krisis energi. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, warga di dua kawasan itu warga di daerah itu bisa mengikuti langkah yang telah diambil masyarakat Desa Timpuseng, Maros, Sulsel, yakni membangun PLTMH dengan sumber dana yang dikucurkan pemerintah pusat melalui PNPM Mandiri. Apalagi, pada tahun ini, pemerintah pusat akan mengucurkan dana PNPM Mandiri ke sebelas kabupaten dan 145 kecamatan di Sulawesi Tengah. Dana ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 sebesar Rp155 miliar lebih, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp202 miliar lebih dan dana sharing dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di sebelas kabupaten sebesar Rp47 miliar lebih. Anggaran yang cukup besar ini akan dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan PNPM Mandiri yang digagas oleh masyarakat miskin di 145 kecamatan di Sulteng.(habil)

Kisah Sirajuddin 50 Tahun Berjuang Mendapatkan Listrik

Kini Bisa Nonton TV dan Dengarkan Siaran Radio Berkat PLTMH

SIRAJUDDIN, warga Dusun Burung, Desa Timpuseng, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan kini bisa bernapas lega. Ia dan keluarganya sudah bisa menonton TV pada malam hari, juga bisa memutar radio untuk mendengarkan hiburan dan informasi. Ini terjadi setelah warga di desa itu berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) yang menyuplai energi listrik ke rumah mereka. Pembangunan PLTMH ini merupakan salah satu kegiatan yang dibiayai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Sirajuddin yang ditemui Radar Sulteng saat berkunjung di lokasi pembangunan PLTMH Desa Timpuseng, Jumat 29 Januari menuturkan, warga di dua dusun di desa tersebut sudah berlangung puluhan tahun, atau semenjak dusun tersebut berdiri sejak 50-an tahun silam. Selama itu pula, mereka menggunakan penerangan seadanya untuk menerangi kegelapan. “Warga di Dusun Burung dan Ara hanya menggunakan lampu petromaks pada malam hari. Ada juga warga yang hanya menggunakan pelita (lampu yang berbahan bakar minyak tanah). Nyala listri di malam hari telah kami nikmati sejak April 2009 sampai sekarang,” jelas Sirajuddin.

Masih menurut Sirajuddin. Gagasan membangun PLTMH sudah muncul sejak tahun 2005, tetapi usulan kegiatan tersebut belum bisa direalisasikan, karena pembangunan PLTMH kalah bersaing dengan program yang diajukan desa lain pada musyawarah tingkat kecamatan. Kondisi tersebut tidak membuat warga di desa tersebut berputus asa. Pada tahun berikutnya mereka kembali menyuarakan pentingnya membangun PLTMH. “Pokoknya saat musyawarah desa kita berjuang mati-matian agar program pembangunan PLTMH ini dapat dibiayai dana PNPM Mandiri. Alhamdulillah, berkat kerjasama semua pihak, pada tahun 2008 program ini dapat dilaksanakan,” jelasnya.

Senada dengan Sirajuddin, Kepala Desa Timpuseng, H Moh. Firdaus yang ditemui Radar Sulteng di lokasi pembangunan PLTMH, Jumat 29 Januari mengemukakan, pengelolaan PLTMH telah diatur oleh Pemerintahan Desa Timpuseng melalui Peraturan Desa (Perdes). Dalam Perdes tersebut ditetapkan tiap warga yang menggunakan jasa PLTMH hanya dapat menyalakan tiga balon lampu tiap malam. Dengan kapasitas 20 ribu watt, PLTMH ini bisa menerangi 113 rumah warga atau 593 orang bisa menikmati penerangan yang dilahirkan teknologi ramah lingkungan tersebut. Untuk menutupi biaya perawatan dan membayar jasa unit pengelola turbin (UPT) warga pemanfaat dibebankan membayar pemakaian listrik sebesar Rp12 ribu per bulan. Dengan demikian, tiap bulan PLTMH ini memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp1.356.000. Uang tersebut kata Firdaus digunakan membayar honor UPT sebesar Rp750 ribu per orang. Selain UPT, terdapat pula tim pemelihara PLTMH yang berjumlah tiga orang. Honor tim ini dibayar dari dana hasil swadaya warga pemanfaat PLTMH.

Berkenaan dengan proses pembangunan PLTMH di Desa Timpuseng, Kecamatan Camba, Ketua Unit Pelaksana Kecamatan (UPK) PNPM Mandiri, Supriadi yang ditemui Radar Sulteng di kantornya, Jumat (29/1) menjelaskan, penetapan program dan kegiatan yang akan dibiayai dana PNPM Mandiri diawali dengan sosialisasi di tingkat desa. Setelah itu, dilakukan penggalian gagasan melalui musyawarah dusun. Saat musyawarah ini, muncul daftar gagasan yang berisi program-program yang menjadi kebutuhan vital masyarakat. Gagasan yang mengemuka dalam musyawarah dusun sangat variatif, mulai dari gagasan pembangunan infrastruktur, sarana pendidikan, sarana kesehatan hingga program yang dapat mengatasi krisis energi di daerah itu. Setelah penggalian gagasan di tingkat dusun, tahap selanjutnya adalah musyawarah desa. Pada tahap ini semua program dan kegiatan dari tingkat desa diseleksi. Dari hasil seleksi ini lahirlah satu program prioritas yang hendak dilaksanakan.

Program prioritas yang dilahirkan pada musyawarah desa, dibahas lagi di tingkat musyawarah kecamatan. Saat musyawarah ini semua program yang diusulkan delapan desa di Kecamatan Camba diskoring. Program yang mendapat nilai tertinggi akan langsung dibiayai oleh PNPM Mandiri. Sedangkan program yang tereliminasi pada saat skoring bisa diusulkan kembali pada tahun berikutnya.

Khusus program PLTMH urai Supriadi telah diusulkan masyarakat Desa Timpuseng pada 2005 silam. Namun, usulan program ini belum bisa direalisasikan pada saat itu, karena saat musyawarah di kecamatan, usulan tersebut kalah bersaing dengan program yang ditawarkan desa lain di Kecamatan Camba. “Program ini bisa dilaksanakan pada 2008 silam,” jelas Supriadi.

Apa yang dialami Sirajuddin bersama warga di dua dusun di Desa Timpuseng, dirasakan pula warga Sulteng yang tinggal di sejumlah kawasan terpencil, seperti Dataran Bulan, Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Unauna, ataupun warga di Kecamatan Pinembani, Kabupaten Donggala. Masyarakat di dua daerah tersebut sudah cukup lama mengalami krisis energi. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, warga di dua kawasan itu warga di daerah itu bisa mengikuti langkah yang telah diambil masyarakat Desa Timpuseng, Maros, Sulsel, yakni membangun PLTMH dengan sumber dana yang dikucurkan pemerintah pusat melalui PNPM Mandiri. Apalagi, pada tahun ini, pemerintah pusat akan mengucurkan dana PNPM Mandiri ke sebelas kabupaten dan 145 kecamatan di Sulawesi Tengah. Dana ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 sebesar Rp155 miliar lebih, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp202 miliar lebih dan dana sharing dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di sebelas kabupaten sebesar Rp47 miliar lebih. Anggaran yang cukup besar ini akan dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan PNPM Mandiri yang digagas oleh masyarakat miskin di 145 kecamatan di Sulteng.(habil)